Lima cerita tentang cinta yang tak terucap dan meluluhkan
hati.
“Si Abang tidak hanya
mencintaimu dengan hati, tapi juga dengan jiwanya. Hans mungkin saja bisa
dengan perempuan lain, tapi tidak dengan si Abang,” –Bunda
Adegan ketika Bunda (Dewi Irawan) menyampaikan ini pada Lea
(Prisia Nasution) menjadi adegan yang pre-klimaks yang membuat penonton ikut
merasakan tekanan dan sesak di dada. Merasakan kegalauan Lea untuk memilih
antara dua. Dan merasakan betapa hancur dan luluh lantaknya hati si Abang kalau
saja dia tak terpilih.
Malaikat Juga Tahu adalah bagian pembuka dari lima cerita
dalam Rectoverso yang paling berhasil. Omnibus ini dibuat interwave atau saling
silang antar lima cerita. Selain Malaikat Juga Tahu, penonton akan digiring
bergiliran dengan empat cerita cinta lain; yakni Cicak di Dinding, Curhat Buat
Sahabat, Hanya Isyarat, Firasat.
Kelimanya menyentuh dengan tebaran kalimat-kalimat penuh
makna. Seperti halnya kumpulan cerita yang ditulis Dee berjudul sama. Ada yang
setia pada cerita ada yang menyiapkan twist ending yang berbeda.
Malaikat Juga Tahu
“100 itu sempurna. 100
plus kamu adalah lebih dari sempurna.” – Abang
Menampilkan Abang (yang dimainkan baik sekali oleh Lukman
Sardi), seorang autisme yang jatuh hati pada penghuni kosan Lea. Adegan per
adegan yang melibatkan Abang sudah menyayat hati, apalagi ketika itu berkaitan
dengan perasaannya. Seperti ketika ia jatuh hati, dan Bunda mengetahuinya
dengan pasti. Cinta si Abang terlalu
tulus yang tak mungkin berbalas.
Marcella Zalianty sebagai sutradara cukup jeli dengan
memberi perhatian terhadap detail dan itu menjadikannya menarik. Tak bertele-tele, efektif dan didukung oleh
para pemeran yang matang. Bagian ini hampir tak ada cela, hingga di penghujung
cerita penonton dibuat sesak, memegang erat kursi berusaha untuk tidak berurai
air mata. Ketika itu terjadi, film ini
sudah berhasil menyampaikan pesannya.
Cicak di Dinding
“Taja itu aneh,
sukanya sama cicak. Katanya, cicak itu tipe binatang paling setia, tapi selalu
diabaikan,” –Bang Irwan
Dan Saras (Shopia Latjuba) hanya bisa mematung. Termangu
dengan apa yang sudah berlalu. Dia tak bisa menampik kalau dulu, Taja pernah
mempertanyakan tatonya yang bergambar cicak. Antara Taja dan Irwan, matanya
lalu menatap kosong. Hati tak pernah
bisa bohong.
Cathy Saron menjadikan cerita ini sebagai kisah cinta yang
matang dan dewasa. Pengkarakteran Taja, Saras dan Irwan sangat pas, dimainkan
oleh Yama Carlos, Sohpia dan Tio Pasukadewo. Semua bergerak mengalir dengan
baik. Ditarik larut dalam ketersiksaan Taja.
Curhat Buat Sahabat
“Gue hanya mau dia
datang dengan segelas air putih. Itu saja. Keinginan gue terlalu tinggi ya? “ –
Amanda
Punya sahabat yang selalu mendengarkan keluh kesah jatuh
bangun saat pacaran? Cerita ini hampir sama. Amanda (Acha septriasa) selalu
saja bergonta ganti pacar, dan Reggie (Indra Birowo) selalu saja setia
mendengarkan. Dari era masih kuliah,
pacaran sama ketua senat, rocker dan siapa lagi, Reggie selalu ada disitu.
Bagian ini paling riang, sekaligus memberi sentuhan yang
manis di akhir cerita. Olga Lidya, sebagai sutradara memberi alur yang menarik,
dan ruang pas buat Acha sebagai Amanda. Tunggu sampai dia memberi kejutan buat
Reggie, dan kita terbawa emosi. Disini Curhat
Buat Sahabat berhasil menyampaikan maksudnya.
Hanya Isyarat
“Teman saya itu hanya
tahu dan bisa makan punggung ayam. Tapi sayalah orang paling sedih, karena
hanya bisa melihat punggung orang yang saya cintai dari jauh, tanpa bisa
memilikinya,” –Al
Al (Amanda Soekasah) sedang traveling bersama empat teman
pria lain yang ia kenal di mailing list backpacker. Dan jatuh cinta dengan
salah satu diantaranya bernama Raga. Dari narasi yang disampaikannya, Al
memendam cinta tanpa berani menaympaikannya. Hingga di akhir cerita, kita tahu
bahwa Al tak kan pernah bisa menyampaikan perasaannya.
Kurang sedih apalagi Rectoverso coba? Bagian penuh narasi
dan verbal serta penuh muatan kata-kata filosofi ini, digiring Happy Salma
untuk berjalan dengan baik tanpa bermanja-manja. Untungnya ending yang
disuguhkan pas, sehingga tak membuat cela. Setiap kutipan yang keluar dari para
pemeran, seperti menikmati cerita pendek Dee, tapi bedanya dalam bentuk visual
dan disampaikan oleh para pemeran.
Firasat
“Bagaimana kalau kita
punya firasat untuk orang yang kita cintai, tapi kita tak bisa mengubahnya?”
–Senja
Tergabung dalam klub Firasat, Senja (Asmirandah) jatuh hati
dengan pendiri klub karismatik, Panca (Dwi Sasono). Yang jadi soalan adalah seiring berjalannya
waktu dia mendapati firasat akan kehilangan lagi. Kali ini, sixth sense nya
meresahkan. Senja kalut, tapi dia tak bisa mengubah apa-apa.
Rachel Maryam, sebagai sutradara sangat terbantu dengan
sinematografi yang apik. Gambar-gambar pohon, taman, ruang, semuanya cantik.
Hanya saja ada kata-kata atau dialog yang berasa kaku dan bisa dihilangkan
saja. Dalam diam, kadang adegan ini bisa efektif. Untungnya bagian ini
terselamatkan dengan twist ending. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar