Entri Populer

Minggu, 15 April 2012

Sanubari Jakarta



10 Cerita Di Luar Batas Logika

Judul: Sanubari Jakarta
Sutradara:  Tika Pramesti (1/2), Dinda Kanyadewi (Malam Ini Aku Cantik), Lola Amaria (Lumba-Lumba), Alfrits John Robert (Terhubung), Aline Jusria (Kentang), Andriyanto Waskito Dewo (Menunggu Warna), Billy Christian (Pembalut), Kirana Larasati (Topeng Srikandi), Fira Sofiana (Untuk 'A'), dan Sim F (Kotak Cokelat).
Produser: Lola Amaria. Fira Sofiana 


Menonton film ini mestilah dengan pemikiran yang terbuka dan tanpa pretensi apa-apa. Karena ini bukan film biasa. Di dalamnya terangkum 10 film pendek yang masing-masing berdurasi antara 10-12 menitan. Otomatis tidak ada kedalaman karakter. Nikmati saja, dan bayangkan sedang melihat sisi terdalam Jakarta.

#1 dibuka dengan kelap kelip lampu  Jakarta. Lalu sebuah kisah mengalir, melompat-lompat tanpa pengenalan karakter. Dua laki-laki sedang menimati perjalanan di dalam mobil. Berhenti di tepian pantai dan menikmati matahari terbenam. Gambar lalu beralih saling silang antara laki-laki berwarna biru, dan perempuan berwarna merah. 
Siapa mencintai siapa? “Hidup adalah pilihan, tapi aku benci memilih” ujar salah satu dari mereka. ½  

#2 Miss Adinda, guru muda TK bertatap muka dengan Anggia, ibu dari salah seorang muridnya. Pertemuan pertama yang berkesan, setidaknya dari tatapan mata. Yang kemudian berlanjut dengan ajakan masak bersama.Terlalu cepat alurnya? Gambar saling silang secara simbolik.
“Aku menyukai lumba-lumba, selain karena perumpaannya,” Lumba-lumba.


#3 Malam itu, dia berdandan. Memoles makeup, memakai wig, dan memakai stocking jala-jala hitam, lalu high heels. Berdiri di pinggir jalan. Lalu diiringi narasi dengan suara berat sebagai penanda dia laki-laki, tapi dengan kisah “Malam ini aku cantik”. 
Sayangnya, tidak ada kebaruan di bagian ini. Mungkin perlu sedikit yang memberi efek kejut.  
“Hidup adalah bertahan, karena masih ada harapan.” Malam ini Aku Cantik.


#4 Seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Suami mengetuk pintu. Narasi mengalir; dia membenci ikatan pernikahan yang dipaksa. Dia tak mencintai pria, kekasihnya yang perempuan ada di ujung dunia berbeda. Satu kali, mereka sama-sama ingin ke toko bra. Dan bertemu dengan senyum.
“Jodoh ada di tangan Tuhan. Kata siapa, jodoh di tangan orangtua!” Terhubung

#5 Dua laki-laki sedang bercumbu sebelum bunyi telpon mengganggu. Telpon dari ibu yang menanyakan perihal skripsi dan perjodohan. Marina atau Marsya. Sang kekasih memberontak. Dua tahun jalan tapi tidak pernah dikenalkan. Merajuk, lalu kembali bercumbu. Dan kembali terganggu; kali ini oleh kosan yang bocor, kecoak, dan tetangga sebelah yang mencari golok. 
Cukup ngalir dan komikal. Walau masih belum dalam karakternya. 
 “Pacaran saja sama skripsi, emang bisa bikin lu ngaceng.” Kentang

#6 Dua perempuan bertengkar di atas ranjang. Aku lagi mens, kata yang satunya. Yang lain berkemas. Memasang kembali bra, dan tertukar. Malam itu malam terakhir mereka, karena yang satu akan menikah dengan pria pilihan ibunya. Dari obrolan lalu bertengkar. Sebelum ada seorang perempuan lain hadir di depan kamar.
Tik tok karakter masih belum meyakinkan dan  berasa ada yang kurang.
“Aku bukan mens yang datang lalu pergi, datang dan pergi. Aku butuh pembalut.” Pembalut

#7 Sebuah narasi lagi-lagi membuka cerita. Perempuan meninju sasak. Wajahnya geram. Lalu gambar beralih ke sebuah club dan perkantoran. Tiga pria, tapi yang satunya adalah perempuan. Sebuah rahasia terungkap. Ini adalah pemberontakan. 
Masih berasa ngambang, sebelum semua kisah sampai di akhir cerita. 
“Bahwa perempuan harusnya bisa diterima dengan wujudnya apa adanya. Bukan topeng.” Topeng Srikandi

#8 Diiringi narasi. Seorang pria sedang mengetik. Untuk A. Apakah dia dulu seorang perempuan? Perempuan yang didalamnya terperangkap jiwa seorang laki-laki? Entah. Yang pasti masuk ke toilet pria adalah rasa yang berbeda, katanya. 
Agak membingungkan di awalnya, dan narasi yang berasa agak mengganggu. 
“Arina. Saya Ari, Tante.” Untuk A

 # 9 Gambar hitam-putih. Minim dialog. Dua laki-laki main mata. Lalu bertemu kembali di perempatan lampu merah. Saling tersenyum lalu berakhir di sebuah kamar. Membayangkan cincin kawin dan pernikahan. Hidup bersama, suka-duka. Tapi apa itu nyata? Di perempatan lampu merah, keduanya kembali menghadapi kenyataan. 
Cukup menarik karena seperti film bisu dan hitam putih yang simbolik. Cerita tersampaikan meski minim dialog.
“FPI memboikot pemutaran Q film festival di kedutaan Prancis dan Jerman —“ Menunggu Warna.

#10 Keduanya dipertemukan di sebuah kafe. Saling jatuh hati dan pacaran. Tapi, ada yang mengganggu pikiran si wanita saat pria memberikan cincin. Dia termangu. Lalu gambar beralih ke kotak coklat. Kotak kenangan yang kembali ke masa silam, di saat keduanya masih kecil. Ada kesalahan masa lalu yang sulit diterima akal sehat. 
Cukup menarik dan mengejutkan. Gambar, alur, dan karakter berasa hidup. 
“Sekarang terserah kamu, mau menerima aku sekarang atau tidak. Kamu sekarang cantik.” Kotak Coklat.

...

Sanubari Jakarta bukan film yang keseluruhannya menghibur. Mungkin di satu atau dua kisah, penonton akan tertawa. Tapi selebihnya adalah cerita yang muram. Seperti nasib mereka yang ada di lingkup LGBT yang memang sampai saat ini masih demikian. Terpinggir dan tak bersuara. Film ini membuka mata, dan mungkin mengajak penonton untuk bersimpati. Memahami apa yang sebenarnya mereka hadapi. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar