#1 DEAR JOHN
Judul : Dear John
Sutradara : Lasse Hallstrom
Pemain : Channing Tatum, Amanda Seyfried
Produksi : Screen Gems
Ini film drama percintaan dari novel kelima
karya Nicholas Sparks yang diangkat ke layar lebar. Seperti sudah diduga,
adegan menyentuh dan sentimental adalah andalan novelis yang jago dalam hal
drama romantis ini. Sementara, Channing Tatum dan Amanda Seyfried membuatnya
makin hidup dan mengharu biru.
Dua aktor muda yang sedang naik daun itu
berperan sebagai sepasang kekasih yang cocok. John Tyree (Channing Tatum)
seorang tentara yang berbadan kekar dan berwajah tampan, sementara Savannah
Curtis (Amanda) mahasiswi yang berwajah manis dan cerdas. Keduanya saling jatuh
cinta saat John pulang ke rumahnya selama masa dua minggu libur.
Saat John kembali ke medan perang, perpisahan tidak menyurutkan keduanya.
Surat adalah
cara ampuh dan pastinya romantis untuk memertahankan hubungan. Dear John,
menjadi pengantar yang membuai. Satu sama lain membuncahkan semua perasaan
kasih lewat surat.
Yang dikirim dari satu medan perang ke medan perang berikutnya,
karena John sering berpindah. Film ini memasukkan tragedy 9/11 sebagai salah
satu pegnya.
Lagi, ini bukan kisah drama percintaan
biasa. Sparks, seperti novelnya, memberikan sentuhan dramatis lewat rasa sakit
dan kematian. Tokoh itu disematkan pada ayah John, Mr. Tyree yang sudah tua dan
menderita autis (dalam novel sindrom asperger). Di samping itu, ada juga
karakter Tim, seorang ayah tunggal tetangga Savannah yang menderita kanker dan anaknya
yang juga autis.
Semua jalinan kisah sudah terjalin
dramatis. Tidak hanya hubungan jarak jauh dengan rindu yang tertahankan, tapi
juga hubungan berjarak antara John dengan ayahnya. Hubungan anak-ayah ini
justru tampil lebih menyentuh dan membuat penonton, sebagian besar, tidak akan
bisa menahan haru.
Hingga satu saat, kisah kasih dua sejoli
ini mesti terputus. John menderita sedemikian rupa hingga tidak mau kembali ke
rumahnya yang hangat di dekat pantai. Ia baru kembali saat ayahnya menderita
parah dan akan menemui ajal. Pertemuan kembali dengan Savannah setelah beberapa tahun, menjawab
semua pertanyaan akan perpisahan yang terjadi sebelumnya.
Drama Menyentuh
Bagi yang sudah tahu karya novel Sparks dan pernah menonton
empat film yang diangkat dari novel miliknya, tentu sudah siap dengan
adegan-adegan yang mengharu biru. Dibalut kisah cinta yang panas dan bergejolak,
seperti The Notebook yang diperani Ryan Gosling dan Rachel McAdams. Atau Nights
in Rodanthe, Message in a Bottle, dan A Walk to Remember.
Secara visual dan sinematografi, film ini
sangat mengandalkan set pantai dimana John tinggal bersama ayahnya. Di sini
juga dibuat adegan romantis bersama Savannah
yang tentu sangat mendukung, hangat dan menimbulkan chemistry. Set ini akan
kontras begitu John tiba di medan
perang. Perpindahan set menambah unsur dramatis.
Penampilan Channing dan Amanda juga tak
begitu buruk. Aktor yang pernah bermain di drama Step up 2 dan Fighting itu menjadi pilihan yang tepat
untuk membawakan karakter seorang tentara berwajah keras tapi juga sensitif.
Adegan ia menangis cukup membuat haru. Sementara, Amanda, sungguh manis. Dalam
film ini, ia turut bernyanyi seperti yang ia lakukan di Mamma Mia.
Dari pencapaiannya, film ini cukup
mengejutkan. Karena saat pertama kali rilis di bioskop bisa menggeser Avatar
milik James Cameron dari peringkat pertama.
Agaknya dalam membuat film ini, sutradara
Lasse Hallstrom berupaya meminimalisir kesalahan sehingga tidak begitu banyak
ruang untuk protes. Menikmati kisah ini dengan keunggulan cerita, karakter,
set, sound dan akting para pemain, bisa menggugah emosi dan membuatnya naik
turun. Maka, menonton film ini berarti bersiap untuk mengharu biru dan menangis.
#2 THE LAST SONG
Judul : The Last Song
Sutradara : Julie Anne Robinson
Pemain: Miley Cyrus, Liam Hemsworth
Produksi : Walt Disney
Genre: Drama Romantis
Setelah Dear
John, Nicholas Sparks menawarkan kisah drama romantis serupa lewat The Last Song. Film ini memberi spot
berlebih buat Miley Cyrus, bintang kesayangan Disney yang beranjak dewasa, dan
ini bisa dibilang transisinya dari serial remaja menuju drama dewasa.
Cerita berpusat pada gadis berusia 17 tahun
bernama Ronnie (Miley) yang termasuk keras kepala dan pemberontak. Dia kecewa
ketika kedua orangtuanya bercerai tiga tahun lalu dan menempatkan kesalahan
pada sang bapak, Steve. Namun, dalam satu musim panas, ibunya meminta dia dan
adik lelakinya Jonah tinggal bersama Steve yang berumah di tepi pantai.
Di awal, kekesalan dan penolakan masih
diekspresikan Ronnie terhadap Steve. Hingga dia bertemu seorang atlet voli yang
menarik perhatian bernama Will (Liam). Lambat laun, hatinya luluh, dan suasana
mulai mencair antara anak-bapak. Tapi, persoalan masih terus berlanjut.
Romantisme dua sejoli yang cocok ini
menjadi sorotan yang dramatis dan sentimental. Adegan di tepi pantai adalah set
paling tepat untuk menambahi suasana. Beberapa kali, keduanya menghabiskan
waktu berdua.
Ronnie sebenarnya sangat berbakat di musik
dan piano. Namun, karena kekesalannya pada sang bapak, dia pernah menolak
tawaran masuk sekolah musik bergengsi Juilliard School.
Lalu, persoalan lain timbul. Will
mengungkap masa lalunya. Lalu seseorang dari pihak Ronnie sakit dan keadaan
makin dramatis. Dua sejoli ini dihadapkan pada situasi yang mengharu biru. Penuh
drama dan sentimental.
Formula
Sparks
Tidak jauh beda dari film yang diangkat
dari novel Sparks sebelumnya, seperti Notebook
atau A Walk to Remember, film ini
masih memakai formula yang sama. Yakni, perempuan manis bertemu pria tampan
atletis, dibalut drama sentimental lewat tokoh yang sakit, tua atau meninggal.
Karena tidak jauh rentang waktu rilis
dengan Dear John, situasi yang sama juga terasa kentara. Interaksi Miley dan
Liam di pantai mengingatkan adegan Amanda dan Channing Tatum. Dari sisi drama
romantis, semuanya mengena dan pas.
Tapi, film ini punya tujuan khusus, yakni untuk
Miley Cyrus yang sebelumnya dikenal sebagai bintang remaja lewat Hannah
Montana. Inilah transisi bagi bintang yang juga penyanyi itu dalam aksi drama
romantis dewasa. Lewat aktingnya, Miley yang sangat kenal kamera, menjadi
bintang yang menyedot perhatian. Termasuk menutupi pesona Liam yang menjadi
pasangannya.
Lewat tokoh Ronnie, Miley menawarkan
berbagai ekspresinya dari mulai saat sedih hingga bahagia. Emosi yang naik
turun berupaya mengaduk emosi.
Secara skrip, ada beberapa dialog yang
menarik. Sparks, untuk kali pertama turun tangan menulis skrip bersama Jeff Van
Wie, dari novel yang dia tulis sendiri. Karena formula cerita yang tak jauh
beda dari karya sebelumnya, terasa ada sesuatu yang datar dan biasa. Sparks
mestinya mengambil satu layer berbeda untuk memberi nuansa kebaruan dan menggugah.
Yang patut menjadi perhatian mungkin musik
yang hadir menjadi penggiring. Miley turut menyanyi dalam dua lagu, yakni When I Look at You dan I Hope You Find It. Secara keseluruhan,
untuk talenta yang satu ini, memang menjadi unggulan tersendiri bagi Miley. Dan
mungkin akan terus berlanjut pada film-filmnya di masa mendatang.
Sementara itu, film ini menjadi debut
pertama bagi Julie Anne Robinson, yang sebelumnya lebih sering membesut serial
tv, seperti Grey’s Anatomy. Kalau saja
bukan untuk Miley, mungkin dirinya bisa lebih leluasa menghadirkan suasana
dramatis dan sentimental. Namun, misi yang ditargetkan di awal sudah selesai
dan semua terpuaskan.
#3 BRIGHT STAR
Judul : Bright Star
Sutradara : Jane Campion
Pemain : Ben Whisaw, Abbie Cornish
Produksi : Pathe
Penggalan kisah asmara penyair besar John Keats tampil sangat
menyentuh lewat besutan Jane Campion. Sutradara yang pernah sukses dengan The
Piano di tahun 1993 ini kembali menghadirkan nuansa yang menyeluruh dan lengkap.
Set dan kostum serta budaya Inggris ala abad 19 tampil memukau dalam diam, dan
mengalir sentimental seperti puisi.
Kisah film ini diambil selama tiga tahun
kisah asmara
yang terjalin antara John Keats (Ben Whisaw) dan Fanny Brawne (Abbie Cornish).
Penyair yang melahirkan sajak-sajak romantis itu masih sangat muda, yakni
berusia 23 tahun ketika ia bertemu dengan Fanny, yang mengantarkan teh ke
kamarnya.
Pertemuan itu hanya berlalu biasa saja.
Tapi tidak, bagi Fanny. Penyuka fashion dan suka menjahit sendiri pakaiannya
ini mulai mencari karya John. Endymion, salah
satu karya John kemudian membuatnya jatuh cinta pada sastra, khususnya sajak. Kekaguman ini berlanjut secara
personal, dan membuat Fanny jatuh cinta.
images: movieposter.com, impawards.com, cinemablend.com, about.com |
Hingga satu saat John mesti ke Italia yang
berarti ia akan berpisah dengan Fanny. Bukan perpisahan jarak jauh ini yang
ditakuti gadis yang sangat labil itu, tapi perpisahan selama-lamanya karena
sakit parah yang diidap John. Ketakutan yang benar-benar menjadi kenyataan yang
harus dihadapi Fanny dan mengubah hidupnya hingga akhir.
Mengalir Indah
Jane Campion, lewat film ini kembali menorehkan
prestasi sebagai sutradara perempuan yang patut diperhitungkan di Hollywood. Pengejawantahan
kisah hidup penyair romantis itu mengalir seperti keindahan puisi buatannya.
Seperti kisah cinta yang tak urung ada pasang surut, di balik tawa bahagia pasangan
yang sedang dimabuk asmara
itu, juga terselip uraian air mata.
Jane banyak bermain dengan gambar set yang
indah di sudut kota London ketika abad 19. Kostum dan budaya
orang-orangnya juga tak luput dari perhatian. Pakaian ketat buat para pria dan baju
mengembang dan berenda bagi perempuan.
Akting para pemain, khususnya tokoh utama
pemeran John dan Fanny membuat film ini makin lengkap. Ben dan Abbie Cornish
cukup baik menampilkan kembali kisah asmara
sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara
itu. Khususnya Abbie, ia bisa memainkan karakter yang cukup sulit,
seperti saat menangis dengan rasa tak tertahankan dengan baik.
Sekilas mungkin film ini akan mengingatkan
akan kisah romantis Atonement yang diperani Keira Knightley. Karena juga
terdapat aksen Inggris yang kental, kostum yang elegan, set yang indah dan
pusaran kisah dari sebuah keluarga. Namun, menonton film ini ada kesan
tersendiri yang hadir dan membuat kita larut di dalamnya. Ada rasa sedih yang menggejala sekaligus
meresapi karya-karya agung sang penyair.
Diantaranya karya besar berjudul Brigth
Star yang pernah ditulis John untuk Fanny. Penggalan puisi ini tampil di momen
yang tepat yang tak terelakkan akan menggugah emosi penonton.
Penggarapan yang baik membuat film ini
hampir tidak memiliki ruang protes. Tapi bagi sebagian orang yang tidak
menyukai drama romantis bisa jadi film ini bertele-tele dan lambat. Karena ada
banyak ruang kosong yang sengaja dihadirkan sang sutradara. Yang bisa jadi itu
ditujukannya untuk mencipta suasana. Dan set kembali ke dua ratus tahun lalu
membuat kita berada di zaman yang sangat berbeda, dan untuk menerimanya perlu
pemikiran yang terbuka.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar