Entri Populer

Kamis, 19 April 2012

Another 3 BEST LOVE Stories



#1 DEAR JOHN


 
Judul : Dear John  
Sutradara : Lasse Hallstrom
Pemain : Channing Tatum, Amanda Seyfried
Produksi : Screen Gems

Ini film drama percintaan dari novel kelima karya Nicholas Sparks yang diangkat ke layar lebar. Seperti sudah diduga, adegan menyentuh dan sentimental adalah andalan novelis yang jago dalam hal drama romantis ini. Sementara, Channing Tatum dan Amanda Seyfried membuatnya makin hidup dan mengharu biru. 



Dua aktor muda yang sedang naik daun itu berperan sebagai sepasang kekasih yang cocok. John Tyree (Channing Tatum) seorang tentara yang berbadan kekar dan berwajah tampan, sementara Savannah Curtis (Amanda) mahasiswi yang berwajah manis dan cerdas. Keduanya saling jatuh cinta saat John pulang ke rumahnya selama masa dua minggu libur.
 
Saat John kembali ke medan perang, perpisahan tidak menyurutkan keduanya. Surat adalah cara ampuh dan pastinya romantis untuk memertahankan hubungan. Dear John, menjadi pengantar yang membuai. Satu sama lain membuncahkan semua perasaan kasih lewat surat. Yang dikirim dari satu medan perang ke medan perang berikutnya, karena John sering berpindah. Film ini memasukkan tragedy 9/11 sebagai salah satu pegnya.

Lagi, ini bukan kisah drama percintaan biasa. Sparks, seperti novelnya, memberikan sentuhan dramatis lewat rasa sakit dan kematian. Tokoh itu disematkan pada ayah John, Mr. Tyree yang sudah tua dan menderita autis (dalam novel sindrom asperger). Di samping itu, ada juga karakter Tim, seorang ayah tunggal tetangga Savannah yang menderita kanker dan anaknya yang juga autis.

Semua jalinan kisah sudah terjalin dramatis. Tidak hanya hubungan jarak jauh dengan rindu yang tertahankan, tapi juga hubungan berjarak antara John dengan ayahnya. Hubungan anak-ayah ini justru tampil lebih menyentuh dan membuat penonton, sebagian besar, tidak akan bisa menahan haru.

Hingga satu saat, kisah kasih dua sejoli ini mesti terputus. John menderita sedemikian rupa hingga tidak mau kembali ke rumahnya yang hangat di dekat pantai. Ia baru kembali saat ayahnya menderita parah dan akan menemui ajal. Pertemuan kembali dengan Savannah setelah beberapa tahun, menjawab semua pertanyaan akan perpisahan yang terjadi sebelumnya.

Drama Menyentuh

Bagi yang sudah tahu karya novel Sparks dan pernah menonton empat film yang diangkat dari novel miliknya, tentu sudah siap dengan adegan-adegan yang mengharu biru. Dibalut kisah cinta yang panas dan bergejolak, seperti The Notebook yang diperani Ryan Gosling dan Rachel McAdams. Atau Nights in Rodanthe, Message in a Bottle, dan A Walk to Remember.

Secara visual dan sinematografi, film ini sangat mengandalkan set pantai dimana John tinggal bersama ayahnya. Di sini juga dibuat adegan romantis bersama Savannah yang tentu sangat mendukung, hangat dan menimbulkan chemistry. Set ini akan kontras begitu John tiba di medan perang. Perpindahan set menambah unsur dramatis.

Penampilan Channing dan Amanda juga tak begitu buruk. Aktor yang pernah bermain di drama Step up 2 dan Fighting itu menjadi pilihan yang tepat untuk membawakan karakter seorang tentara berwajah keras tapi juga sensitif. Adegan ia menangis cukup membuat haru. Sementara, Amanda, sungguh manis. Dalam film ini, ia turut bernyanyi seperti yang ia lakukan di Mamma Mia.

Dari pencapaiannya, film ini cukup mengejutkan. Karena saat pertama kali rilis di bioskop bisa menggeser Avatar milik James Cameron dari peringkat pertama.

Agaknya dalam membuat film ini, sutradara Lasse Hallstrom berupaya meminimalisir kesalahan sehingga tidak begitu banyak ruang untuk protes. Menikmati kisah ini dengan keunggulan cerita, karakter, set, sound dan akting para pemain, bisa menggugah emosi dan membuatnya naik turun. Maka, menonton film ini berarti bersiap untuk mengharu biru dan menangis.


#2 THE LAST SONG


Judul : The Last Song
Sutradara : Julie Anne Robinson
Pemain: Miley Cyrus, Liam Hemsworth
Produksi : Walt Disney
Genre: Drama Romantis

Setelah Dear John, Nicholas Sparks menawarkan kisah drama romantis serupa lewat The Last Song. Film ini memberi spot berlebih buat Miley Cyrus, bintang kesayangan Disney yang beranjak dewasa, dan ini bisa dibilang transisinya dari serial remaja menuju drama dewasa.
 
Cerita berpusat pada gadis berusia 17 tahun bernama Ronnie (Miley) yang termasuk keras kepala dan pemberontak. Dia kecewa ketika kedua orangtuanya bercerai tiga tahun lalu dan menempatkan kesalahan pada sang bapak, Steve. Namun, dalam satu musim panas, ibunya meminta dia dan adik lelakinya Jonah tinggal bersama Steve yang berumah di tepi pantai.

Di awal, kekesalan dan penolakan masih diekspresikan Ronnie terhadap Steve. Hingga dia bertemu seorang atlet voli yang menarik perhatian bernama Will (Liam). Lambat laun, hatinya luluh, dan suasana mulai mencair antara anak-bapak. Tapi, persoalan masih terus berlanjut.

Romantisme dua sejoli yang cocok ini menjadi sorotan yang dramatis dan sentimental. Adegan di tepi pantai adalah set paling tepat untuk menambahi suasana. Beberapa kali, keduanya menghabiskan waktu berdua.

Ronnie sebenarnya sangat berbakat di musik dan piano. Namun, karena kekesalannya pada sang bapak, dia pernah menolak tawaran masuk sekolah musik bergengsi Juilliard School.

Lalu, persoalan lain timbul. Will mengungkap masa lalunya. Lalu seseorang dari pihak Ronnie sakit dan keadaan makin dramatis. Dua sejoli ini dihadapkan pada situasi yang mengharu biru. Penuh drama dan sentimental.

Formula Sparks

Tidak jauh beda dari film yang diangkat dari novel Sparks sebelumnya, seperti Notebook atau A Walk to Remember, film ini masih memakai formula yang sama. Yakni, perempuan manis bertemu pria tampan atletis, dibalut drama sentimental lewat tokoh yang sakit, tua atau meninggal.

Karena tidak jauh rentang waktu rilis dengan Dear John, situasi yang sama juga terasa kentara. Interaksi Miley dan Liam di pantai mengingatkan adegan Amanda dan Channing Tatum. Dari sisi drama romantis, semuanya mengena dan pas.

Tapi, film ini punya tujuan khusus, yakni untuk Miley Cyrus yang sebelumnya dikenal sebagai bintang remaja lewat Hannah Montana. Inilah transisi bagi bintang yang juga penyanyi itu dalam aksi drama romantis dewasa. Lewat aktingnya, Miley yang sangat kenal kamera, menjadi bintang yang menyedot perhatian. Termasuk menutupi pesona Liam yang menjadi pasangannya.

Lewat tokoh Ronnie, Miley menawarkan berbagai ekspresinya dari mulai saat sedih hingga bahagia. Emosi yang naik turun berupaya mengaduk emosi.

Secara skrip, ada beberapa dialog yang menarik. Sparks, untuk kali pertama turun tangan menulis skrip bersama Jeff Van Wie, dari novel yang dia tulis sendiri. Karena formula cerita yang tak jauh beda dari karya sebelumnya, terasa ada sesuatu yang datar dan biasa. Sparks mestinya mengambil satu layer berbeda untuk memberi nuansa kebaruan dan menggugah.

Yang patut menjadi perhatian mungkin musik yang hadir menjadi penggiring. Miley turut menyanyi dalam dua lagu, yakni When I Look at You dan I Hope You Find It. Secara keseluruhan, untuk talenta yang satu ini, memang menjadi unggulan tersendiri bagi Miley. Dan mungkin akan terus berlanjut pada film-filmnya di masa mendatang.

Sementara itu, film ini menjadi debut pertama bagi Julie Anne Robinson, yang sebelumnya lebih sering membesut serial tv, seperti Grey’s Anatomy. Kalau saja bukan untuk Miley, mungkin dirinya bisa lebih leluasa menghadirkan suasana dramatis dan sentimental. Namun, misi yang ditargetkan di awal sudah selesai dan semua terpuaskan.


#3 BRIGHT STAR

Judul : Bright Star 
Sutradara : Jane Campion
Pemain : Ben Whisaw, Abbie Cornish
Produksi : Pathe
 
Penggalan kisah asmara penyair besar John Keats tampil sangat menyentuh lewat besutan Jane Campion. Sutradara yang pernah sukses dengan The Piano di tahun 1993 ini kembali menghadirkan nuansa yang menyeluruh dan lengkap. Set dan kostum serta budaya Inggris ala abad 19 tampil memukau dalam diam, dan mengalir sentimental seperti puisi.

Kisah film ini diambil selama tiga tahun kisah asmara yang terjalin antara John Keats (Ben Whisaw) dan Fanny Brawne (Abbie Cornish). Penyair yang melahirkan sajak-sajak romantis itu masih sangat muda, yakni berusia 23 tahun ketika ia bertemu dengan Fanny, yang mengantarkan teh ke kamarnya.

Pertemuan itu hanya berlalu biasa saja. Tapi tidak, bagi Fanny. Penyuka fashion dan suka menjahit sendiri pakaiannya ini mulai mencari karya John. Endymion, salah satu karya John kemudian membuatnya jatuh cinta pada sastra, khususnya sajak. Kekaguman ini berlanjut secara personal, dan membuat Fanny jatuh cinta.

images: movieposter.com, impawards.com, cinemablend.com, about.com
Namun di abad 19, jatuh cinta dengan penyair bukan satu hal yang mudah. Selain faktor ekonomi dan budaya, ada tantangan terbesar yang harus dihadapi Fanny. Untungnya, John pun mulai menyukainya. Kisah asmara pun berlalu melalui balas sajak yang menawarkan kata-kata indah dan memabukkan.

Hingga satu saat John mesti ke Italia yang berarti ia akan berpisah dengan Fanny. Bukan perpisahan jarak jauh ini yang ditakuti gadis yang sangat labil itu, tapi perpisahan selama-lamanya karena sakit parah yang diidap John. Ketakutan yang benar-benar menjadi kenyataan yang harus dihadapi Fanny dan mengubah hidupnya hingga akhir.

Mengalir Indah

Jane Campion, lewat film ini kembali menorehkan prestasi sebagai sutradara perempuan yang patut diperhitungkan di Hollywood. Pengejawantahan kisah hidup penyair romantis itu mengalir seperti keindahan puisi buatannya. Seperti kisah cinta yang tak urung ada pasang surut, di balik tawa bahagia pasangan yang sedang dimabuk asmara itu, juga terselip uraian air mata.

Jane banyak bermain dengan gambar set yang indah di sudut kota London ketika abad 19. Kostum dan budaya orang-orangnya juga tak luput dari perhatian. Pakaian ketat buat para pria dan baju mengembang dan berenda bagi perempuan.

Akting para pemain, khususnya tokoh utama pemeran John dan Fanny membuat film ini makin lengkap. Ben dan Abbie Cornish cukup baik menampilkan kembali kisah asmara sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara itu. Khususnya Abbie, ia bisa memainkan karakter yang cukup sulit, seperti saat menangis dengan rasa tak tertahankan dengan baik.

Sekilas mungkin film ini akan mengingatkan akan kisah romantis Atonement yang diperani Keira Knightley. Karena juga terdapat aksen Inggris yang kental, kostum yang elegan, set yang indah dan pusaran kisah dari sebuah keluarga. Namun, menonton film ini ada kesan tersendiri yang hadir dan membuat kita larut di dalamnya. Ada rasa sedih yang menggejala sekaligus meresapi karya-karya agung sang penyair.

Diantaranya karya besar berjudul Brigth Star yang pernah ditulis John untuk Fanny. Penggalan puisi ini tampil di momen yang tepat yang tak terelakkan akan menggugah emosi penonton.

Penggarapan yang baik membuat film ini hampir tidak memiliki ruang protes. Tapi bagi sebagian orang yang tidak menyukai drama romantis bisa jadi film ini bertele-tele dan lambat. Karena ada banyak ruang kosong yang sengaja dihadirkan sang sutradara. Yang bisa jadi itu ditujukannya untuk mencipta suasana. Dan set kembali ke dua ratus tahun lalu membuat kita berada di zaman yang sangat berbeda, dan untuk menerimanya perlu pemikiran yang terbuka.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar